TUBAN infojatim.com - Komunitas Pecinta Wali Nusantara tanah jawa semalam melakukan perjalanan spiritual dengan di awali dari pesarean Mbah Sunan Bonang Tuban, mbah Asromoroqondhi di Gisikharjo palang dan berakhir di mbah maulana Ishaq desa Kemantren kecamatan Paciran kabupaten lamongan.
Kegiatan dimulai jam 11 malam hingga jam 05.00 pagi, tanpa ada halangan suatu apapun, semua peserta merasa puas dan malah ada yang terasa kurang ingin terus berada di dekat walinya Allah walaupun semalaman tidak tidur sama sekali, hal demikian memang wajar saja karena seperti bila orang sudah gandrung dengan Rosulullah pastinya inginya umroh dan siang malam isinya baca sholawat terus, begitu juga ketika orang itu sudah gandrung dengan Waliyullah, ketika dalam seminggu tidak ziarah, hati terasa hampa dan pikiran jadi melayang kemana-mana bahkan tak terarah, namun bila sudah berada di pesarean Wali, hati bisa tenang, seakan ada dalam pelukan kekasih Allah.
Ketua komunitas Pecinta wali Nusantara K.Mas'ud (Mbah Anang) yang juga pengasuh pondok Pesantren Wali Songo, Sekaran Lamongan ini menghimbau pada anggotanya "Kegiatan ziarah seperti ini marilah kita lakukan secara istiqomah, kalau bisa setiap malam jum'at, kita ritual dari tempat wali yang satu ke wali lainya, agar hidup kita ini penuh dengan barokah, yakinlah walaupun tidak punya duit untuk sangu, tapi kalau niatnya sudah kenceng, insyaallah entah dari mana duit itu pasti ada saja, ini sudah saya buktikan ratusan kali sejak waktu saya muda dulu, justru ketika selesai ziarah, rizki itu tambah lancar, tidak di buntu oleh Allah, itulah kehebatan barokahnya Wali Allah itu, makanya saya selalu istiqomah ritual di Mbah Wali itu " tuturnya dengan santai sambil senyum dilontarkan ke anggotanya.
Kegiatan tersebut di ikuti ratusan anggota komunitas pecinta wali nusantara dari berbagai daerah jawa timur, jawa tengah, jawa barat, Madura, ada juga yang dari luar pulau jawa,
Hal senada disampaikan oleh sesepuh, alias Penasehat Komunitas Pecinta Wali Nusantara, yang juga ketua Paguyuban Paranormal dan Tabib se-Asia, Prof,Dr,Kyai,Muzakkin,M.Pdi,MH (Gus Zakky) menurutnya "Ziarah itu penting bagi kita, wali tanpa kita ziarahi dan kita do'akan, sudah pasti bersama Rosulullah masuk surga, karena beliau adalah kekasih Allah, jadi ziarah dan ritual itu sebenarnya kita yang butuh, bukan beliau yang butuh pada kita, karena ziarah itu untuk mengingat kematian, disamping itu dgn berziarah kita bisa kirim do'a pada waliyallah itu sendiri dan pada leluhur kita masing-masing, agar hidup ada keseimbangan, tidak jadi orang yang sombong, tidak sering sakit hati, tidak mudah setres, tidak nyolong korupsi, dll, dengan ziarah pasti banyak saudara juga, hidup jadi indah, dan jelas itu bagian dari tanda orang yang beriman dan pandai bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah Swt " ungkapnya saat ditemui awak media infojatim.com di Sunan Bonang Tuban (Jum'at 02/02/18).
Sealain itu Gus Zakky yang juga pengasuh pondok pesantren rehabilitasi sakit jiwa dan narkoba "Dzikrussyifa' Asma'berojomusti", di Sekanor, Desa Sendangagung, Paciran Lamongan jawa Timur ini membeberkanya, Siapa sebenarnya Mbah Sunan Bonang (guru besarnya Sunan Kalijaga) ini? Menurut beliau dalam buku yan di tulisnya berjudul "Mengenal Wali berkaromah tinggi" dan didukung pula dari berbagai sumber, disebutkan bahwa Sunan Bonang itu nama aslinya adalah Syekh Maulana Makdum Ibrahim, Putra Sunan Ampel dan Dewi Condrowati yang sering disebut Nyai Ageng Manila, Ada yang mengatakan Dewi Condrowati itu adalah putri Prabu Kertabumi ada pula yang berkata bahwa Dewi Condrowati adalah putri angkat Adipati Tuban yang sudah beragama Islam yaitu Ario Tejo.
Sebagai seorang Wali yang disegani dan dianggap Mufti atau pemimpin agama seTanah Jawa, tentu saja Sunan Ampel mempunyai ilmu yang sangat tinggi Sejak kecil, Raden Makdum Ibrahim sudah diberi pelajaran agama Islam secara tekun dan disiplin, Sudah bukan rahasia lagi bahwa latihan atau riadho para Wali itu lebih berat dari pada orang awam, Raden Makdum Ibrahim adalah calon Wali yang besar, maka Sunan Ampel sejak dini juga mempersiapkan sebaik mungkin.
Disebutkan dari berbagai literature bahwa Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku sewaktu masih remaja meneruskan pelajaran agama Islam hingga ke Tanah seberang, yaitu Negeri Pasai.
Keduanya menambah pengetahuan kepada Syekh Awwalul Islam atau ayah kandung dari Sunan Giri, juga belajar kepada para ulama besar yang banyak menetap di Negeri Pasai, Seperti ulama ahli tasawuf yang berasal dari Bagdad Mesir Arab dan Persi atau Iran. Sesudah belajar di Negeri Pasai Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku pulang ke Jawa. Raden Paku kembali ke Gresik mendirikan pesantren di Giri sehingga terkenal sebagai Sunan Giri.
Sedang Raden Makdum Ibrahim diperintahkan Sunan Ampel untuk berdakwah di Tuban. Dalam berdakwa Raden Makdum Ibrahim ini sering mempergunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut Bonang.
Bonang adalah sejenis kuningan yang ditonjolkan di bagian tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak maka timbullah suaranya yang merdu ditelinga penduduk setempat. Lebih-lebih bila Raden Makdum Ibrahim sendiri yang membunyikan alat musik itu beliau adalah seorang Wali yang mempunyai cita rasa seni yang tinggi, sehingga beliau bunyikan pengaruhnya sangat hebat bagi para pendengarnya.
Setiap Raden Makdum Ibrahim membunyikan Bonang pasti banyak penduduk yang datang ingin mendengarkannya Dan tidak sedikit dari mereka yang ingin belajar membunyikan Bonang sekaligus melagukan tembang-tembang ciptaan Raden Makdum Ibrahim.
Begitulah siasat Raden Makdum Ibrahim yang dijalankan penuh kesabaran. Setelah rakyat berhasil direbut simpatinya tinggal mengisikan saja ajaran Islam kepada mereka. Tembang-tembang yang diajarkan Raden Makdum Ibrahim adalah tembang yang berisikan ajaran agama Islam.
Sehingga tanpa terasa penduduk sudah mempelajari agama Islam dengan senang hati bukan dengan paksaan. Diantara tembang yang terkenal ialah : "Tombo ati iku ono limo sak warnane" Maca Qur'an angen-angen sak maknane, Kaping pindho sholat sunah lakonona, Kaping telu wong kang sholeh kancanono, Kaping papat kudu wetheng ingkang luwe, Kaping lima dzikir wengi ingkang suwe, Sopo wongé bisa ngelakoni, Insya Allooh Gusti Allooh nyemba dani.
Artinya : Obat sakit jiwa (hati) itu ada lima jenisnya Pertama membaca Al-Qur'an dengan artinya, Kedua mengerjakan shalat malam (sunnah Tahajjud), Ketiga sering bershohabat dengan orang sholeh (berilmu), Keempat harus sering berprihatin (berpuasa), Kelima sering berdzikir mengingat Allooh di waktu malam, Siapa saja mampu mengerjakannya, Insya Allooh Tuhan Allah akan mengabulkanya.
Hingga sekarang lagu ini sering dilantunkan para santri ketika hendak sholat jama'ah, baik di pedesaan maupun dipesantren.
Murid-murid Raden Makdum Ibrahim ini sangat banyak baik yang berada di Tuban, Pulau Bawean, Jepara maupun Madura. Karena beliau sering mempergunakan Bonang dalam berdakwah maka masyarakat memberinya gelar Sunan Bonang.
Beliau juga menciptakan karya sastra yang disebut Suluk, Hingga sekarang karya sastra Sunan Bonang itu dianggap sebagai karya yang sangat hebat, penuh keindahan dan makna kehidupan beragama, Suluk Sunan Bonang disimpan rapi di Perpustakaan Universitas Leiden Belanda Nederland), Pungkasnya.
Arifin S Zakaria
Post a Comment