SURABAYA - Seminar dan Lokakarya (Semiloka) Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi (Korsupgah) akan memperkuat komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam upaya mencegah dan memberantas tindak korupsi.
Pernyataan tersebut disampaikan Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Sekretaris Daerah Prov. Jatim Dr. H. Achmad Sukardi, MM saat membuka Semiloka Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi (Korsugah) di Prov. Jatim, di Gedung Negara Grahadi, Rabu (11/11/15).
"Koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi sangat bermanfaat untuk membangun komitmen pencegahan korupsi di Wilayah Jawa Timur," ungkapnya.
Juga dapat dipakai sebagai pedoman pengelolaan keuangan negara, pengelolaan keuangan daerah maupun peningkatan pelayanan publik.
Korsupgah juga berdampak positip dan luar biasa. Hal tersebut tergambar dari penurunan dan dapat ditekannya tindak korupsi di Wilayah Jawa Timur tahun 2012.
Walaupun demikian tanpa dukungan seluruh aparat dan stakeholder, komitmen pemberantasan dan pencegahan korupsi akan sia-sia. "Dengan adanya Korsupgah, Masyarakat Jawa Timur lebih bersemangat dalam mencecegah dan memberantas tindak korupsi.
Hal tersebut diimplementasikan dengan diandakannya penandatangan nota kesepahaman zona integritas bebas korupsi yang dilakukan Pemprov Jatim dan 31 kab/kota se Jatim, sesuai dengan amanat Menteri PAN & RB RI nomor 52 tahun 2014," cetusnya lebih lanjut.
Deputi Bidang Pencegahan KPK RI Pahala Nainggolan membahas Optimalisasi Pencegahan Pemberantasan di Daerah, merupakan mandat pencegahan dan penindakan yang dilakukan secara kemitraan melalui hasil pemeriksaan KPK.
Korsupgah mempunyai tujuan Mendorong pengelolaan APBD sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Mengidentifikasi permasalahan, risiko, dan penyebab pada bidang APBD Menurunkan potensi tingkat korupsi Perbaikan Sistem Pengendalian Intern atas pengelolaan APBD pada pemerintahan daerah .
Menurutnya, modus korupsi di daerah dilakukan tiga elemen, yaitu Konventional , modus yang dilakukan SPPD, tiket dan program fiktif. Pelakunya adalah PNS dan Penegak Hukum.
Kedua, Political Coruption, modus yang dilakukan penjarahan APBD/ APBN, pelakunya adalah birokrat, makelar, pengurus parpol dan anggota DPR/DPRD. Dan yang ketiga adalah State Capture Corruption , modus yang dilakukan desain kebijakan yang koruptif, sedang sebagai pelaku adalah birokrat, pengurus parpol dan anggota DPR/DPRD.
Sedangkan pola umum korupsi yang dilakukan adalah pemalsuan, penyuapan, penggelapan, sumbangan ilegal, nepotisme, bisnis orang dalam, penyalahgunaan wewenang, pemerasan.
Yang terpenting komitmen pencegahan dan pemberantasan korupsi dapat berjalan dengan baik apabila setiap masyarakat mau dan mampu menolak segala bentuk korupsi dan TPPU serta berani melaporkan dugaan adanya tindak pidana korupsi, menolak dan melaporkan segala bentuk Gratifikasi yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi, tugas dan kewenangan , melaporkan harta kekayaan secara jujur, menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sementara itu Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian dan Kemaritiman BPKP RI, Nurdin mengatakan bahwa korupsi merupakan tindakan yang menghambat pembangunan berkelanjutan.
Menurutnya ada lima penyebab hasil audit BPKP, yaitu lemahnya pengendalian manajemen, pegawai yang tidak kompeten, pengembangan pegawai tidak optimal, prosedur tidak memadai, implementasi pengendalian intern tidak baik, perencanaan tidak tepat.
Pada intinya, kesemua pembicara menekankan bahwa pencegahan korupsi lebih penting dilakukan. Salah satu cara yaitu membudayakan SPIP (Sistem Pengawasan Internal Pemerintah). Pencegahan korupsi terus diperbaiki menjadi Mind set dan Cultural set.
Sumber : Humas Jatim
Post a Comment