GRESIK -Badan Pertanahan Nasional (disingkat BPN) adalah lembaga pemerintah nonkementerian di Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BPN dahulu dikenal dengan sebutan Kantor Agraria. BPN diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015.
Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo fungsi dan tugas dari organisasi Badan Pertanahan Nasional dan Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum digabung dalam satu lembaga kementerian yang bernama Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Atas perubahan ini sejak 27 Oktober 2014 Jabatan Kepala BPN dijabat oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang.
Meskipun berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam membangun sistem pelayanan dan sistem birokrasi terutama bidang pertanahan di negeri ini ternyata semua itu tidak mampu menekan terjadinya penyimpangan – penyimpangan proses kepengurusan surat hak milik tanah ( SHM )/ Sertifikat tanah.
Lemah dan buruknya sistem birokrasi di negeri ini dengan leluasa dijadikan celah oleh para mafia tanah yang tentunya melibatkan oknum – oknum pemerintahan mulai dari tingkat kepala desa hingga level BPN untuk mengambil keuntungan pribadi dan kroni – kroninya.
Dugaan pemalsuan sertifikat tanah mengguncang Badan Pertanahan (BPN) Kabupaten Gresik. Kali ini muncul dari permasalahan tanah seluas 6,20 hektar di Desa Setrohadi, Kecamatan Duduk Sampean Gresik yang terbagi atas dua petok milik Achmad Ghonnie Rochim dan Ummu Zahro Binti Abdul Rochim.
Seperti diketahui, Ummu memiliki tanah seluas 3.859 hektar dan Ghonnie Rochim memiliki 1.282 dan 8.650 hektar, tercatat dengan surat petok nomor 403 dan petok nomor 404. Tahun 1978, Ghonnie menerima kuasa dari Ummu untuk menjaminkan ikatan hipotik dan atau kuasa menjual sebagai jaminan hutang-hutang pemegang kuasa senilai 15 juta kepada Agung Tantomo. Terhitung mulai Tanggal 07 Agustus 1978 sampai dengan jatuh tempo Tanggal 25 Februari 1979. Tentu saja semua dokumen tanah termasuk surat-surat tiga unit kendaraan di terima oleh Agung Tantomo.
Dalam perjalanannya, Ghonnie Rochim datang ke Agung Tantomo bermaksud untuk meminjam kendaraan termasuk memperpanjang dokumennyanya. Ketiga mobil itu diantaranya Pick Up Mitsubishi Colt L 3019 F, Mazda Capella 1600 Nopol L 1715 SA, dan Honda Civic F 15 X. Celakanya bukannya malah dikembalikan ke Agung Tantomo, ketiga mobil itu justru dijual oleh Ghonnie Rochim.
Tak hanya itu, tahun 1981 tanpa sepengetahuan Agung Tantomo tanah yang telah di hipotikan tsb diam-diam Ghonnie Rochim berupaya mengurus SHM 11, 12 milik Ummu Zahro. Sedangkan tahun 1995 Ghonnie Rochim mengurus SHM 21 miliknya sendiri di Desa Setrohadi, Kecamatan Duduk Sampeyan, Kabupaten Gresik yang diduga menggunakan dokument palsu. Ini diketahui melalui Suwarno Hadi yang saat itu masih menjabat Kades Setrohadi Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik. Suwarno hadi baru mengetahui pada bulan November 2015 bahwa Tanda tangannya diduga dipalsukan.
Tahun 2015 antara bulan September-Oktober, Kuasa dari keluarga besar almarhum Agung Tantomo, Mujid Ridwan bertemu Leonard selaku Kuasa Pembeli dari Drs Rojik Susanto dengan maksud menjual tanah tersebut dengan harga Rp.2 juta/meter. Dasar penjualan itu adalah petok.
Permasalahan muncul setelah salah seorang bernama Lukman mengklaim kepemilikan tanah yang kini di kuasai Rojik Susanto. Lukman mengaku telah membeli tanah itu seharga Rp.100 ribu/meter dan telah mengantongi sertifikatnya.
Anehnya, Lukman hanya sebatas melakukan klaim saja tanpa ada upaya mengangkat permasalahan itu ke jalur hukum. Bahkan Ia tidak berani melaporkannya ke Polisi.
InfoJatim.com menyebutkan, Lukman enggan melapor karena mengetahui dokumen untuk mengurus proses penerbitan sertifikat yang ada ditangannya diduga palsu. Indikasi pemalsuan bisa dilihat dari tanda tangan Kades, tulisannya, Surat Keterangan KTP pemilik awal, petok, dan surat pernyataan fiktif.
"Kalau mereka mau ayo terbuka secara baik dan mari kita duduk satu meja. Saya mengharapkan BPN Gresik membatalkan sertifikat tersebut. BPN juga sangat lambat melakukan mediasi. Kuat dugaan adanya aroma busuk menyengat di BPN Gresik," ujar Leonard. Indikasi lemahnya sistem dan mekanisme dalam tubuh BPN Gresik atau justru kuatnya jaringan mafia tanah yang sudah merasuki oknum Badan Pertanahan Nasional khususnya Gresik, dan tidak menutup kemungkinan terjadi di daerah lain di indonesia. ARIFIN SZ/ Team4k2
Seperti diketahui, Ummu memiliki tanah seluas 3.859 hektar dan Ghonnie Rochim memiliki 1.282 dan 8.650 hektar, tercatat dengan surat petok nomor 403 dan petok nomor 404. Tahun 1978, Ghonnie menerima kuasa dari Ummu untuk menjaminkan ikatan hipotik dan atau kuasa menjual sebagai jaminan hutang-hutang pemegang kuasa senilai 15 juta kepada Agung Tantomo. Terhitung mulai Tanggal 07 Agustus 1978 sampai dengan jatuh tempo Tanggal 25 Februari 1979. Tentu saja semua dokumen tanah termasuk surat-surat tiga unit kendaraan di terima oleh Agung Tantomo.
Dalam perjalanannya, Ghonnie Rochim datang ke Agung Tantomo bermaksud untuk meminjam kendaraan termasuk memperpanjang dokumennyanya. Ketiga mobil itu diantaranya Pick Up Mitsubishi Colt L 3019 F, Mazda Capella 1600 Nopol L 1715 SA, dan Honda Civic F 15 X. Celakanya bukannya malah dikembalikan ke Agung Tantomo, ketiga mobil itu justru dijual oleh Ghonnie Rochim.
Tak hanya itu, tahun 1981 tanpa sepengetahuan Agung Tantomo tanah yang telah di hipotikan tsb diam-diam Ghonnie Rochim berupaya mengurus SHM 11, 12 milik Ummu Zahro. Sedangkan tahun 1995 Ghonnie Rochim mengurus SHM 21 miliknya sendiri di Desa Setrohadi, Kecamatan Duduk Sampeyan, Kabupaten Gresik yang diduga menggunakan dokument palsu. Ini diketahui melalui Suwarno Hadi yang saat itu masih menjabat Kades Setrohadi Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik. Suwarno hadi baru mengetahui pada bulan November 2015 bahwa Tanda tangannya diduga dipalsukan.
Tahun 2015 antara bulan September-Oktober, Kuasa dari keluarga besar almarhum Agung Tantomo, Mujid Ridwan bertemu Leonard selaku Kuasa Pembeli dari Drs Rojik Susanto dengan maksud menjual tanah tersebut dengan harga Rp.2 juta/meter. Dasar penjualan itu adalah petok.
Permasalahan muncul setelah salah seorang bernama Lukman mengklaim kepemilikan tanah yang kini di kuasai Rojik Susanto. Lukman mengaku telah membeli tanah itu seharga Rp.100 ribu/meter dan telah mengantongi sertifikatnya.
Anehnya, Lukman hanya sebatas melakukan klaim saja tanpa ada upaya mengangkat permasalahan itu ke jalur hukum. Bahkan Ia tidak berani melaporkannya ke Polisi.
InfoJatim.com menyebutkan, Lukman enggan melapor karena mengetahui dokumen untuk mengurus proses penerbitan sertifikat yang ada ditangannya diduga palsu. Indikasi pemalsuan bisa dilihat dari tanda tangan Kades, tulisannya, Surat Keterangan KTP pemilik awal, petok, dan surat pernyataan fiktif.
"Kalau mereka mau ayo terbuka secara baik dan mari kita duduk satu meja. Saya mengharapkan BPN Gresik membatalkan sertifikat tersebut. BPN juga sangat lambat melakukan mediasi. Kuat dugaan adanya aroma busuk menyengat di BPN Gresik," ujar Leonard. Indikasi lemahnya sistem dan mekanisme dalam tubuh BPN Gresik atau justru kuatnya jaringan mafia tanah yang sudah merasuki oknum Badan Pertanahan Nasional khususnya Gresik, dan tidak menutup kemungkinan terjadi di daerah lain di indonesia. ARIFIN SZ/ Team4k2
Post a Comment