Surakarta - Ribuan warga menyaksikan kirab pusaka dan laku tapa bisu memperingati malam 1 Suro 1949 dalam penanggalan Jawa, atau 1 Muharam 1437 Hijriah di Pura Mangkunegaran Surakarta, Selasa malam (13/10).
Selain kerabat Mangkunegaran, abdi dalem, dan tamu undangan dalam dalam luar negeri, turut serta dalam ritual tahunan tersebut Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, politisi Aria Bima, dan Gubernur Jateng H Ganjar Pranowo SH MIP.
Mengenakan busana adat Jawa lengkap dengan blangkon, beskap hitam, serta kalung dari untaian bunga melati, gubernur bersama ratusan peserta lain mengikuti prosesi kirab menyambut Tahun Baru Islam dengan khidmat.
Kirab yang dipimpin Kanjeng RM Haryo Roy Rahardian Yamin diawali dengan upacara pelepasan enam tombak pusaka, keris, dan rompi antipeluru peninggalan Pangeran Sambernyawa.Kemudian seluruh perserta berjalan kaki mengelilingi benteng pura sembari melaksanakan laku tapa bisu.
Yaitu, ritual tidak saling berbicara atau mengelurkan sepatah kata pun antara satu peserta dengan peserta lain sepanjang perjalanan mengitari benteng pura sejauh kurang lebih dua kilometer.
Beberapa saat setelah rombongan keluar dari pintu pura, ribuan warga Surakarta dan sekitarnya langsung berebut air kembang tujuh rupa bekas jamasan atau pencucian pusaka. Baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak, remaja, dewasa hingga lanjut usia saling berdesakan untuk ngalap berkah air jamasan.
Sementara itu, sembari laku tapa bisu, rombongan Sri Paduka Mangkunegara IX menebar undik-undik berupa uang pecahan logam di sepanjang rute kirab. Prosesi itu sebagai simbol bahwa kekayaan istana tidak hanya dinikmati kerabat dan abdi dalem, namun juga oleh masyarakat.
Setelah rombongan iring-iringan kirab kembali masuk pura dan menyerahkan pusaka kepada Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario (KGPAA) Mangkunegara 1X untuk disimpan, ratusan warga kembali beringsek ke ruang utama pura untuk berebut sisa air kembang jamasan dan undik-undik.
Mereka tidak hanya meminum air kembang bekas jamasan, namun tidak sedikit yang membasuhkan ke wajah atau bagian tubuh lain karena diyakini dapat mendatangkan berkah.
Gubernur Ganjar seusai prosesi kirab mengatakan, tradisi tahunan yang diselenggarakan setiap malam 1 Suro ini merupakan bagian dari nguri-uri kebudayaan. Beberapa even yang ada di Jateng termasuk upacara dan kirab pusaka, serta tapa bisu malam Suro dapat dimasukkan dalam agenda wisata.
"Tradisi ini sangat menarik. Semua peserta kirab melaksanakan prosesi laku tapa bisu. Semua tenang dan sunyi sebagai upaya melatih kesabaran untuk sebuah tujuan yang baik," katanya.
"Tradisi ini sangat menarik. Semua peserta kirab melaksanakan prosesi laku tapa bisu. Semua tenang dan sunyi sebagai upaya melatih kesabaran untuk sebuah tujuan yang baik," katanya.
Sekretariat Panitia Kirab Malam 1 Suro Joko Pramudyo menambahkan, kirab laku topo bisu masuk dalam ritual perayaan menyambut pergantian tahun Islam, karena awal segala sesuatu dari perkataan. Ritual ini sekaligus sebagai intropeksi diri terhadap hal-hal atau perbuatan kurang baik yang pernah dilakukan.
Sumber : (humas jateng)
Post a Comment